Desa Trunyan,Bali
liputan609 - Kalau berkunjung ke Kintamani di Pulau Bali, alangkah sayang jika tidak mampir ke Desa Trunyan Bali. Tempat ini merupakan salah satu desa tertua yang ada di Pulau Dewata. Tak hanya itu, para wisatawan yang datang ke tempat ini pun bisa menyaksikan tradisi masyarakat Desa Trunyan yang telah dilakukan secara turun temurun.
Tradisi tersebut tidak lain adalah cara pemakaman mayat yang unik. Di tempat ini, mayat pun tidak akan dibakar melalui upacara ngaben seperti di tempat lain di Pulau Bali. Tidak pula dikubur seperti layaknya yang biasa dijumpai di berbagai tempat. Di Desa Trunyan Bali ini, mayat akan dibiarkan begitu saja di alam terbuka yang disebut dengan nama mepasah.
Sejarah Desa Trunyan Bali
Meski terkenal dengan cara pemakaman unik yang disebut mepasah, masyarakat Desa Trunyan Bali ternyata juga terkadang melakukan prosesi penguburan mayat lho. Di desa Bali Aga ini, terdapat tiga lokasi pemakaman untuk masyarakat sekitar. Tiga lokasi tersebut adalah Sema Wayah, Sema Bantas serta yang terakhir adalah Sema Nguda.
Sema Wayah digunakan secara spesifik untuk mayat yang dimakamkan secara mepasah. Sementara untuk Sema bantas dipakai untuk jenis pemakaman khusus untuk mayat yang dikubur. Dan yang terakhir, Sema Nguda merupakan lokasi pemakaman yang bisa digunakan baik untuk mayat mepasah ataupun mayat yang dikubur.
Lalu bagaimana kriteria mayat yang dikubur ataupun mayat mepasah? Mayat yang dikubur biasanya adalah mereka yang meninggal karena penyakit. Selain itu, mayat yang meninggal karena kecelakaan, anak kecil yang giginya belum tanggal, meninggal secara tidak wajar, dibunuh ataupun merupakan mayat orang bunuh diri dimakamkan secara dikubur.
Sementara mayat mepasah adalah untuk masyarakat Desa Trunyan Bali yang meninggal setelah berumah tangga. Para bujangan dan anak kecil yang giginya telah tanggal juga masuk dalam kategori mayat mepasah. Dan meski ditelantarkan begitu saja, mayat mepasah pun ternyata tidak berbau busuk, malah wangi. Hal ini karena keberadaan pohon taru menyan yang mempunyai fungsi untuk menghilangkan bau bangkai mayat mepasah.
Ada cerita legenda tersendiri terkait pohon taru menyan yang ada di Desa Trunyan Bali ini. Konon di zaman dahulu, wangi pohon taru menyan sanggup menghipnotis empat bersaudara yang berasal dari Keraton Surakarta yang tengah melakukan perjalanan melintasi lautan. Alhasil, empat orang ini pun akhirnya tiba di Desa Trunyan. Tidak dinyana, sulung dari empat bersaudara itu jatuh cinta pada seorang Dewi penunggu pohon taru menyan.
Keduanya pun akhirnya menikah, dan mendirikan sebuah kerajaan kecil di Desa Trunyan Bali, dan pangeran sulung menjadi raja kecil bergelar Ratu Sakti Pancering Jagat. Dalam kepemimpinannya itu, dia pun merasa kalau bau harum dari taru menyan bisa membahayakan Desa Trunyan. Akhirnya, dia pun memerintahkan agar mayat orang yang meninggal tidak lagi dikubur, tetapi dibiarkan saja di dekat taru menyan. Sejak itu, bau wangi taru menyan pun tidak lagi menyebar dan di waktu yang bersamaan mayat yang diletakkan di atas tanah tidak membusuk.
Bagi wisatawan yang tertarik untuk menuju ke Desa Trunyan Bali pun sangat gampang. Desa Trunyan ini berada di tepi Danau Batur Kintamani. Untuk menuju ke sana, traveler pun tinggal menyewa perahu yang ada di Dermaga Kedisan. Untuk naik perahu, traveler harus mengeluarkan biaya bekisar antara 50 hingga 100 ribu dengan kapasitas untuk lima orang. Perjalanan naik perahu menuju Trunyan butuh waktu kurang lebih 30 menit.
0 Response to "Desa Trunyan,Bali "
Post a Comment